Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menegaskan berbagai biota laut yang ditemukan mati di kawasan pesisir Desa Lolonluan, Kecamatan Tanimbar Utara Kepulauan Tanimbar tidak terkait dengan aktivitas gempa.
“Tidak ada hubungan antara biota laut yang mati terdampar di pantai dengan aktivitas gempa yang terjadi di dasar laut,” kata pakar tsunami BNPB Abdul Muhari, Selasa, 15 Oktober.
Muhari membantah informasi yang beredar mengenai hewan laut yang terdampar di pantai meramalkan bahwa gempa besar sudah dekat di wilayah tersebut.
Menurutnya, belum ada penelitian yang menyimpulkan bahwa fenomena tersebut terkait dengan aktivitas seismik yang biasanya dihasilkan dari lempeng-lempeng di kedalaman 1.000 meter di laut.
“Biota yang sering mati dalam jumlah besar, kemudian terdampar di pantai adalah biota laut karang dangkal, bukan laut dalam,” tambah Muhari.
Fenomena tersebut sering terjadi karena adanya upwelling atau naiknya arus yang biasanya membawa plankton atau nutrisi yang merupakan makanan biota laut dangkal ke permukaan.
“Jadi rumor akan ada gempa besar menyusul matinya biota laut di Desa Lolonluan adalah informasi yang salah, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sumbernya,” Jawab Muhari ke media berita Maluku.
Hingga Senin, 14 Oktober, gempa berkekuatan 6,5 di Maluku, Kamis, 26 September, telah menghasilkan 1.516 gempa susulan, memaksa total 148.619 orang mengungsi dari rumah mereka.
Jumlah rumah rusak di wilayah terdampak yakni Maluku Tengah, Seram bagian barat, dan Ambon mencapai 6.355 unit. Sementara itu, korban tewas tercatat mencapai 41 jiwa, sedangkan 1.602 luka-luka.
Kabupaten Maluku Tengah masih menggelar tanggap darurat hingga 16 Oktober 2019. Sedangkan Provinsi Maluku dan Kota Ambon sudah memulai proses pemulihan.